Candi Brahu terletak di
Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi
yang biasanya dijadikan refernsi liburan ini dalam sebulan presentase pengunjungnya bisa menembus 5000 sampai 6000 orang. Banyak yang beranggapan
bahwa Candi Brahu merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. Padahal kenyataanya
tidak demikian. Candi ini dibangun pada masa Kerajaan Medang Kamulan, abad ke
10 yang dirajai oleh Empu Sindok. Sedangkan Kerajaan Majapahit berdiri awal
abad ke 13. Sehingga Jika dikalkulasi Candi ini bukan peninggalan Kerajaan
Majapahit.
’’Karena letaknya dekat
area Majapahit jadi banyak orang yang menganggap seperti itu, ’’ Ungkap Raden
Said Joyo Negoro, Juru Pelestarian dari Badan Pelestarian Cagar Budaya
Kecamatan Trowulan.
Ia menambahkan bahwa untuk
candi yang berada dari jalan raya Mojokerto – Jombang ke Selatan adalah
peninggalan Kerajaan Majapahit. Sedangkan dari jalan raya ke arah utara
merupakan peninggalan dari Kerajaan Medang Kamulan yang wilayahnya sampai
Kediri.
Kepingin ketemu fotografer klik disini
Candi Brahu berasal dari kata Warahu atau Wanaru yang berarti bangunan suci. Hal tersebut tertulis pada Prasasti Alasantan ( tahun 981 ) yang sudah di amankan di Museum Trowulan. Prasasti Alasantan sendiri ditemukan tidak jauh dari lokasi Candi Brahu.
Fungsi dari Candi Brahu
adalah sebagai tempat pemujaan masyarakat yang beragama Budha. Meskipun begitu
masih ada masyarakat hindu khususnya dari Bali yang berkunjung ke Candi
Brahu untuk melakukan sembayang. Karena mereka masih
mempercayai bahwa dulu Candi Brahu adalah tempat abu para raja.
Menurut sumber, belum
ada penelitian mengenai Candi Brahu yang dianggap sebagai tempat penyimpanan
abu dari para raja Majapahit. Sehingga paradigma masyarakat yang mengatakan
bahwa Candi Brahu adalah tempat penyimpanan abu adalah tidak sepenuhnya benar. ’’Sampai
saat ini tidak ada peneliti yang menemukan bukti otentik dan arkeologis yang
mendukung. Jadi fungsinya untuk tempat pemujaan masyarakat Budha. Dulu pernah
pada tahun 2009 candi ini pernah digunakan sebagai pusat perayaan Waisak bagi
masyarakat Budha di Trowulan,’’ tambah Raden Said Joyo Negoro
Penulis : Winda Cahya Kurniawan
Editor : Aruna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar